PELAJARAN 1 TEKS CERPEN KEGIATAN 1 DAN 2

PELAJARAN 1
TEKS CERPEN

Kegiatan 1
Pembangunan Konteks dan Pemodelan Teks Cerita Pendek
(1)        Siapakah Bill Gates menurut kalian? Bill Gates adalah seorang tokoh bisnis, investor, filantropis, penulis asal amerika serikat, serta mantan ceo yang saat ini menjabat sebagai ketua microsoft sekaligus pendiri microsoft.
(2)        Sejak kapan Bill Gates menekuni dunia usahanya? Sejak tahun 1974.
(3)        Di mana Bill Gates pertama kali mendirikan usahanya? Di Honeywell.
(4)      Apa saja permasalahan yang dihadapi Bill Gates pada saat merintis usahanya? Persaingan ketat antar pebisnis.
(5)      Bagaimana Bill Gates mengatasi masalah persaingan dunia usaha dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi akhir-akhir ini?  Dengan cara bekerjasama dengan beberapa pengusaha

Tugas I                                                                     
Membaca Teks Cerpen “Juru Masak”
·           Jenis wirausaha apa saja yang kalian ketahui? Online shop, menjual gorengan, menjual sayur mayur, menjual sepatu, jasa iklan, jasa pembuatan duplikat kunci, pengusaha restoran, dsb.
·           Apakah di sekitar kalian terdapat tokoh wirausaha yang dapat menginspirasi kalian? Ada, pemilik usaha resto.
·           Apakah kalian berminat untuk menggeluti salah satu bidang wirausaha? Ya, sangat.
·           Jenis wirausaha apa yang ingin kalian geluti? Saya ingin memiliki usaha di bidang kuliner dan bisnis kreatif
·           Mengapa kalian memilih jenis usaha itu? Saya rasa akan sangat menyenangkan jika saya dapat mengelola dan sukses dengan usaha saya sendiri, bukan bekerja pada orang lain. Bisnis kuliner tidak akan ada matinya, karena makanan dapat terus diinovasikan dan ketertarikan masyarakat khususnya kaum muda sangatlah tinggi. Di bisnis kreatif, saya bisa mengekspresikan diri saya, dan sekaligus menyalurkan hobi
·           Masalah apa yang dihadapi oleh Azrial? Kisah cintanya yang tidak direstui, hanya karena statusnya yang sebagai anak juru masak.
·           Bagaimana Azrial mengatasi masalahnya? Dengan merantau ke ibukota untuk berusaha merubah nasibnya, dan mengangkat harkat dan martabat keluarganya.
·           Apakah Makaji, sang juru masak menemui masalah pula? Iya, makaji bimbang antara ikut anaknya tinggal di Jakarta atau memenuhi janjinya untuk memasak di kenduri Mangkudun.
·           Keputusan apa yang akhirnya diambil oleh Azrial? Dia membawa ayahnya ikut bersamanya untuk menjadi juru masak di rumah makan miliknya.
·           Menurut kalian apakah keputusan Makaji itu sudah tepat? Seharusnya makaji menepati janjinya terlebih dahulu kepada mangkudun, baru ikut anaknya ke Jakarta.

1)      Dapatkah kalian mengidentifikasi masalah yang ada dalam cerpen “Juru Masak” tersebut? Kemudian, apa tema yang “tersembunyi” di balik cerita pendek tersebut?
Kisah anak juru masak kenduri yang merantau ke Jakarta dan kini telah menjadi seorang yang sukses di rantauan.
2)      Siapa sajakah tokoh yang ada dalam cerpen “Juru Masak” tersebut dan bagaimana penokohan mereka?
·         Makaji : Selalu membantu dan tidak membeda-bedakan orang.
·         Azrial : Penyayang dan pekerja keras.
·         Renggogeni : Taat kepada ayahnya, penyabar.
·         Mangkudun : Memandang sebelah mata seseorang.
·         Yusnaldi : Seorang yang baik buat Renggogeni (pemeran pendukung)
·         Gentasari : Tidak mempercayai semua urusan kenduri, kalau tidak makaji yang memasak/meracik.
·         Rustamadji : Tidak terlalu dijelaskan pada cerpen.
3)      Berilah tanda (ѵ) pada kolom jenis tokoh sesuai dengan peran tokoh masing-masing.
No.
Nama Tokoh
Tokoh Utama
Tokoh Tambahan
1.
Makaji

2.
Azrial

3.
Renggogeni

4.
Mangkudun

5.
Yusnaldi

6.
Gentasari

7.
Rustamadji


4)      Apakah permasalahan yang dihadapi tokoh dalam cerpen? Dapatkah tokoh tersebut menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya?
·         Azrial
Permasalahan : patah hati karena hubungannya dengan renggogeni tidak mendapat restu dari mangkudun.
Solusi : azrial merantau ke Jakarta
·         Makaji 
Permasalahan : bimbang antara ikut anaknya ke jakarta atau menepati janjinya untuk memasak di kenduri mangkudun.
Solusi : ikut anaknya ke jakarta dan tidak jadi memasak di kenduri mangkudun.
5)      Sikap kewirausahaan apa yang dapat kalian teladani dari cerpen tersebut?
Kegigihan azrial dalam membangun usahanya dari yang semula hanya tukang cuci piring hingga bisa memiliki enam buah rumah makan dan 24 karyawan.
6)      Bagaimana pendapat kalian tentang perjuangan tokoh dalam cerita itu?
Azrial, berjuang cukup keras. Ia senantiasa  sabar, ikhlas, berani mengambil risiko serta selalu pantang menyerah.
7)      Jika kelak kalian berprofesi sebagai pengusaha, apa yang harus kalian lakukan ketika menghadapi hambatan yang menghadang?
Pantang menyerah, yakin jika semua itu merupakan ujian dari Allah untuk semakin memajukan usaha kita. Walaupun berat, namun selalu coba untuk bangkit dari keterpurukan.
8)      Jika kalian melakukan hal yang positif, tetapi hal tersebut bagi sebagian orang masih merupakan hal yang ganjil, contohnya kalian berjualan di sekolah, tetapi tidak mengganggu kegiatan belajar, dan teman-teman mencemooh kalian, bagaimana tanggapan kalian?
Tidak usah menghiraukan cemooh orang-orang di sekitar, anggap saja hanya angin lalu. Selama apa yang kita lakukan bukanlah sesuatu hal yang keliru, maka kita tidak perlu takut untuk melakukan hal-hal baru yang dapat mendatangkan rejeki yang berkah bagi kita.
9)      Bagaimana cara kalian menunjukkan simpati atau empati kepada teman yang sedang mengalami kesulitan?
Menjadi teman yang selalu ada, menyemangati, memberi motivasi, senantiasa tersenyum agar teman kita juga ikut tersenyum dan semangat lagi dalam menjalani kesulitan, dan membantu semampu kita.
10)  Jika teman kalian meraih sukses, apa yang akan kalian lakukan?
Turut senang, menjadikan itu sebagai motivasi hidup.
Tugas 2
Membedah Struktur Teks Cerpen “Juru Masak”
Bacalah sekali lagi cerpen “Juru Masak” tersebut dengan saksama, kemudian tuliskan masing-masing fungsi struktur dalam tahapan pembangunan teks cerpen pada kolom di bawah ini.
No.
Struktur Teks
Fungsi Tiap Struktur Teks
1.
Abstrak
Pada tahapan ini, pengarang memberikan ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkannya menjadi rangkaian peristiwa yang dialami tokoh imajinasinya. Damhuri Muhammad menggambarkan seorang juru masak bernama Makaji yang sangat terkenal di kampungnya. Tanpa campur tangannya dalam meracik bumbu masakan, sebuah perhelatan akan dinilai tidak sukses karena tidak berhasil menyuguhkan para tamunya makanan yang lezat. Begitulah pentingnya kehadiran Makaji dalam dunia masak memasak di kampung itu, sehingga tidak ada yang bisa menggantikannya.
2.
Orientasi
Pada tahapan orientasi, pengarang menceritakan latar berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana yang terjadi dalam sebuah peristiwa dalam cerpen. Latar digunakan penulis untuk menghidupkan sebuah cerita dan meyakinkan pembaca. Dengan kata lain, latar ini mengekspresikan watak, baik secara psikis maupun fisik.
3.
Komplikasi
Tahapan ini berisi urutan kejadian, dan setiap kejadian-kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat. Peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Pada cerpen juru masak, Damhuri Muhammad menceritakan Azrial pergi merantau karena ia dihina oleh kelluarga Ronggogeni. Maka dari itu dia merantau untuk merintis karirnya dan menjadi orang sukses.
4.
Evaluasi
Pada tahapan ini, konflik yang biasanya muncul pada setiap kejadian yang terdapat dalam komplikasi bisa diarahlkan/diatur menuju ke tahapan selanjutnya. Sehingga komplikasi tersebut bisa terlihat tahap-tahap penyelesaiannya dari konflik yang muncul tersebut. Dalam cerpen “Juru Masak”.,ketika Azrial ingin melupakan Renggogeni, ia kemudian hengkang dari kampung dengan membawa luka hati.
5.
Resolusi
Pada tahapan ini, resolusi menerangkan tentang sebuah solusi dari konflik yang terjadi.Damhuri Muhammad menggambarkan seorang yang bernama Azrial. Azrial adalah seorang anak juru masak yang bekerja sebagaitukang cuci piring di rumah makan Jakarta. Namun, karena kerja keras dan kegigihannya, sekarang Azrial menjadi orang Lareh Panjang yang sukses dengan mempunyai enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah.
6.
Koda
Pada tahapan terakhir ini, koda berfungsi untuk menerangkan akhir dari cerita sebuah cerpen. Pada cerpen karangan Damhuru Muhammad ini, Azrial sekarang telah sukses, dan dia berkeinginan mengajak ayahnya (Makaji) untuk tinggal bersamanya di Jakarta dan menghabiskan masa tuanya disana dengan Azrial.

Menurut kalian, bagaimana cara Damhuri Muhammad menyajikan rangkaian peristiwa dalam cerpen “Juru Masak” tersebut? Apakah ia menggunakan alur lurus ataukah alur regresif? Uraikan jawaban kalian di bawah ini.

Tugas 3
Memahami Kaidah Kebahasaan Teks Cerpen “Juru Masak”
(1)    Tugas kalian adalah mencari beberapa kosakata yang terdapat dalam cerpen “Juru Masak” yang jarang kalian temukan dalam keseharian. Tuliskan kosakata tersebut. Dengan bantuan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tuliskan pula artinya di kolom yang tersedia.
No.
Kosakata
Makna Kata
1.
Gulai
Sayur berkuah santan dan diberi kunyit serta bumbu khusus (biasanya dicampur dengan ikan, daging kambing, daging sapi, dan sebagainya).
2.
Rebung
Anak (bakal batang) buluh yg masih kecil dan masih muda, biasa dibuat sayur.
3.
Kenduri
Jamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat disebut selamatan
4.
Hengkang
Mundur atau segera meninggalkan tempat, melarikan diri atau angkat kaki
5.
Martabat
Tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri
6.
Tuan Tanah
Pemilik tanah pribadi yang luas atau orang yang memiliki tanah Tanah : Penginapan, pondok, atau rumah sewaan
7.
Musabab
Sebab dari segala sebab, atau yang menyebabkannya
8.
Tunggal Beleng
Hanya sendiri atau tunggal tidak beradik atau berkakak
9.
Merah Padam
Bentuk muka ketika lagi marah atau lagi malu
10.
Tabiat
Perangai, watak, budi pekerti, perbuatan yang selalu di perbuat, kelakuan dan tingkah laku

(2)    Tugas kalian sekarang adalah menemukan kalimat menggunakan gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen “Juru Masak”, lalu tuliskanlah dalam kolom yang tersedia.
No.
Gaya Bahasa
Contoh dalam Kalimat
1.
Antitesis
Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga manasaja yang hendak menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya.
2.
Retorik
Orang tua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua?
3.
Hiperbola
Dua kali meriam ditembakkan ke langit
4.
Simile
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan.
5.
Hiperbola
Merah padam muka Azrial mendengar nama itu.
6.
Simbolik
Di Lareh Panjang ia dijuluki tuan tanah.
7.
Simile
Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.
8.
Paradoks
Nasi banyak gulai melimpah tapi helat tak bikin kenyang.
9.
Hiperbola
Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana kalau tanggung jawab itu dibebankan pada yang lebih muda
10.
Sinestesia
Pengantin tak sedap dipandang mata.

(3)    Cobalah kalian temukan kalimat yang dimaksud dalam cerpen “Juru Masak” itu.
a)      Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih tiga belas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tidak berjalan mulus, bahkan hampir saja batal.
b)      Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung.
c)      Tetapi, pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu tidak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekadar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat. Makin ke ujung, kenduri makin sepi
d)     Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang akan kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu.

Tugas 4
Menginterpretasi Makna Teks “Juru Masak”
(1)   Damhuri Muhammad lahir di Taram, Payakumbuh, Sumatera Barat. Damhuir Muhammad lahir pada tanggal 1 juli 1974. Ia adalah seorang alumnus pascasarjana filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2001). Bermukim di Jakarta. Ia menulis cerita pendek, esai seni, dan kritik buku di sejumlah media nasional seperti kompas, media indonesia, majalah TEMPO, seputar Indonesia, dan masih banyak lagi media nasional lainnya. Pada tahun 2011 ia berkhimad sebagai anggota komite penjurian lomba penulisan buku pengayaan kurikulum. Pada tahun 2008-2013 ia menjadi ketua tim juri Khatulistiwa Literary Award (KLA) peristiwa penghargaan sastra paling berpengaruh di indonesia. Ia bekerja sebagai redaktor sastra Indonesia di Jakarta. Karya fiksinya yang sudah terbit: Laras (2005), Lidah Sembilu (2006), dan Juru Masak (2009). Cerpennya Ratap Gadis Suayan, Bigau, dan Orang-orang Larenjang terpilih dalam buku cerpen pilihan Kompas, pada tahun pemilihan yang berbeda-beda. Buku esai sastra terkininya; Darah-daging Sastra Indonesia (2010). Maret 2014, ia terpilih sebagai salah satu steering board (Dewan Pengarah) Asean Literary Festival (Festival Sastra Asia Tenggara), yang dihadiri oleh perwakilan 15 negara.

(2)   Damhuri Muhammad berasal dari Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Seperti yang kalian ketahui, orang yang berasal dari daerah tersebut dikenal dengan sebutan orang Minang atau Minangkabau. Orang Minang dikenal sebagai masyarakat yang memiliki etos kewirausahaan yang tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya bisnis yang dijalankan oleh pengusaha Minangkabau di seluruh Indonesia, bahkan hingga ke Malaysia dan Singapura. Wirausaha Minangkabau telah melakukan perdagangan di wilayah Sumatera dan Selat Malaka sejak abad ke-7. Kini, jaringan perantauan Minangkabau dengan aneka jenis usahanya merupakan salah satu bentuk kewirausahaan yang sukses di Nusantara.
Hingga saat ini, tercatat beberapa nama yang telah menjadi pengusaha sukses karena melakukan budaya wirausaha ini, seperti Hasyim Ning, Rukmini Zainal Abidin, Anwar Sutan Saidi, Abdul Latief, Fahmi Idris, dan Basrizal Koto. Lantas, dapatkah kalian temukan kaitan fakta tersebut dengan cerita yang disuguhkan Damhuri dalam cerpennya? Diskusikanlah hal ini dengan teman sekelompok kalian yang terdiri atas 3—5 orang, kemudian paparkan pendapat kelompok kalian di depan kelas. Kelompok lain bisa memberikan sanggahan ataupun masukan. Lakukan secara bergantian untuk tiap kelompok.
Damhuri menyuguhkan fakta bahwa orang Minang mempunyai etos kewirausahaan yang tinggi hal ini dapat dilihat pada paragraf berikut ini:
Awalnya ia hanya tukang cuci piring di rumah makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.
Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yangmerawat. Adik-adiknya sudah terbang hambur pula ke negeri orangDari paragraf tersebut dapat kita lihat fakta bahwa orang Minang terkenal dengan etos kewirausahaan yang tinggi. Bukan hanya menjalankan usaha di tanah sendiri namun juga tersebar di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Dan menjadi pengusaha sukses

(3)   Sosok tersebut adalah Azrail, Ia hidup sukses di rantau sebagai pengusaha rumah makan. Keterampilan memadu kelapa untuk menjadi berbagai jenis gulai dengan dasar bahan pangan yang bervariasi mengantarkannya pada kesuksesan.

(4)    
No.
Kalimat
B
S
1.
Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.


2.
Awalnya ia hanya tukang cuci piring di rumah makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta.


3.
Dan kini, gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial akan segera memboyongnya ke rantau.


4.
Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam rumah makan dan dua puluh empat anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.


5.
Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu.

6.
“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak Mangkudun.


7.
Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar gulai kambing dan gulai rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu.


8.
Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang.


9.
Akan tetapi, tidak patut rasanya Mangkudun memandangnya dengan sebelah mata.


10.
Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan.



(5)   Rendang, sebagai salah satu masakan Minang, telah diakui dunia sebagai makanan terlezat. Paduan berbagai bumbu dan santan yang khas itu telah memikat banyak orang.
No.
Nama Makanan
Daerah Asal
1.
Mie Aceh
(   8   )
Sumatera Utara
2.
Gudeg
(   10  )
Jakarta
3.
Air Mata Pengantin
(   4   )
Sulawesi Selatan
4.
Coto Makasar
(   2   )
Yogyakarta
5.
Sate Madura
(   1   )
Aceh
6.
Bala-bala
(   3   )
Riau
7.
Kue Bingka Kentang
(   6   )
Jawa Barat
8.
Bika Ambon
(   9   )
Bali
9.
Ayam Betutu
(   7   )
Kalimantan Barat
10.
Roti Buaya
(   5   )
Jawa Timur

Kegiatan 2
Kerja Sama Membangun Teks Cerita Pendek
Tugas 1
Memahami Karakter Cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina”
(1)   Buatlah struktur teks cerita pendek “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” di atas ke dalam kolom yang tersedia.
No.
Struktur Teks
Kalimat dalam Teks
1.
Abstrak
Kemilau emas memancar saat Zhu membentangkan benang emas di sudut kain pelepai. Sinar perak jarum di tangannya menyulam satu kehidupan tajam yang menusuk. Udara Danau Menjukut berbau bunga kopi, bertiup perlahan memasuki rongga hati, dan menghempas dada Zhu pada barisan awan di langit menuju ke arah laut, ke arah pantai, ke arah teluk Tanjung Cina. Di sanalah Sulaiman, lelaki yang telah menebas separuh umurnya, telah terkubur dan pergi. “Sulaiman. Sulaiman. Itulah Zhu, dan aku bicara padamu!” Bukit Barisan Selatan yang memanjang bergelombang seperti hidup, karangkarang
yang menjorok runcing dan tegak menuju ke arah perih laut Hindia, dari Krui hingga Pulau Betuah. Dan bunga-bunga kopi, dan pucuk-pucuk damar, dan awan awan biru—semua jelmaan tanah Tuhan ini, semata tercipta untuk kesetiaan cinta pada Sulaiman. Kegembiraan separuh umur, dan kesedihan pada ujung hidupnya, menciptakan runcing jari-jari Zhu pandai menari. Menari dan bernyanyi di atas hamparan kain sulaman. Menyerut seluruh jiwa yang sedih, yang gembira, yang mabuk, dan putus asa. Lautan asmara, nyanyian cinta, kerinduan perih, dan pujian kepada tanah tempat lelakinya terkubur. Ia menyeru di atas sehelai kain pelepai, menggambar pola-pola yang rumit, dan membayangkan seluruh dirinya masuk. Menjadi naga yang menggerakkan seluruh gelombang tanah, bukit, gunung-gunung, menjadi liukan benang-benang emas dan rajutan benang-benang perak yang berkelit dan berkelindan dalam gulungan warna aroma ombak, hijau daun, putih awan. Ada merah api cinta yang semerbak di sana, ada kuning sejarah yang membentang di atas helai kain pelepai setelah dicipta berhari-hari. Begitu indah, dan selalu: delapan belas hari kemudian ia akan berjalan dari Danau Menjukut ke arah bukit. Mencari angin yang bisa menyampaikan gema suaranya ke arah laut. Mencari tempat di mana ia bebas memandang pada titik pantai Tanjung Cina, yang diapit Selat Sunda serta Samudera Hindia. Di atas batu ia selalu akan meniru gerak laut, mengibarkan kain tapis dan berteriak gembira. “Sulaiman. Sulaiman. Itulah kain tapismu yang ke 340! Akulah Zhu, istrimu. Perempuan yang telah menciptakan tarian sulaman benang dari separuh jiwaku. Dan kini aku bicara padamu! Sulaiman. Sulaiman. Itulah Zhu, dan aku bicara padamu!”
2.
Orientasi
Setiap puncak Krakatau menyembul saat gelombang laut surut di pagi hari, maka akan terlihat ribuan walet terbang berputar-putar mencari kehangatan perpaduan kepundan dan matahari yang kehangatan udaranya mungkin tidak
akan pernah diketemukan di benua manapun. Lalu menjelang sepenggalah hari, gerombolan hitam ribuan burung laut yang gesit itu akan bergerak cepat memintas selat menuju teluk Lampung dan Teluk Semangka. Di sanalah surga dari segala keriangan makhluk hitam itu tersedia, dari pagi hingga petang. Dari rantai makanan hingga kenyamanan angin, udara, dan matahari, yang mencipta gairah untuk syarat berkembang-biak ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun tersedia secara alamiah sepanjang hari. Seiring waktu bergeser, hingga senja mulai membayang, mereka kemudian akan bergerombol berlesatan menuju pulau Tabuan, menunggu gelap sempurna. Lantas gerombolan hitam itu akan memecah diri menjadi kelompok-kelompok kecil, dan bergerak bercericit menuju berbagai arah mata angin: Kota Agung, Kalianda, dan Bandar Lampung. Di kota-kota beraroma pantai itulah, mereka menemukan sarang. Istana tempat
terlelap di malam hari, yakni rumah-rumah gelap, lembab dan nyaman, berupa gedung-gedung tinggi menjulang berbentuk kotak beton tak berjendela. Hamparan ratusan kotak beton di seantero kota-kota itu, adalah jebakan cerdik yang dibikin oleh manusia untuk memindahkan mereka dari kehidupan lepas di pantai-pantai berkarang sepanjang Bukit Barisan Selatan. Sesungguhnyalah, walet adalah makhluk yang mencintai kenyamanan, kemudahan, dan jalan pintas yang praktis. Mereka tentu tidak diciptakan Tuhan untuk berpikir tentang kebebasan. Maka bermigrasilah, setiap hari ratusan hingga ribuan walet memadati jebakan-jebakan nyaman yang dibuat untuk diburu. Diburu sarangnya, yang kelak diperjualbelikan sebagai barang ajaib dengan harga teramat tinggi. Migrasi walet yang membawa harta karun dari sarangnya yang tak ternilai, adalah juga berarti migrasi manusia (para pemburu walet) yang bergelombang datang dari berbagai pulau seberang. Maka begitulah sejarah kota kemudian terbentuk, menjadi bandar yang ramai, menjadi tempat singgah para pelancong yang akhirnya menetap kawin dan beranak-pinak. Maka begitu jugalah sejarah kedatangan Zhu yang tiba pertama kali ke Bandar Lampung, dengan membawa pesona kecerdasan dan keuletan, serta aroma kecantikan perempuan matang di usia remaja—seorang anak saudagar besar dengan bakat cemerlang.  Zhu mengawali sejarah dengan melakukan perjalanan jauh dari pulaunya, Kalimantan Timur. Meninggalkan leluhur menuju satu titik: kota berteluk hangat di Selat Sunda. Para pedagang antar pulau telah mengabarkan sebuah rahasiabesar di hadapan ayahnya, Zhu Miau Jung, “Ada ratusan ribu walet memadati puncak gunung tengah laut di Selat Sunda. Ada teluk di ujung timur pulau Sumatera, yang memanjang dengan tebing-tebing karang menuju deretan Bukit Barisan. Ada kota-kota beraroma pantai. Ada beberapa orang berhasil membuat jebakan rumah bagi ribuan walet yang malang!” Begitulah Zhu, memulai sejarah dengan membuat jebakan dari sepetak tanah yang ia beli, dan membangunnya menjadi istana walet, dengan keahlian yang tidak diragukan. Ya ya ya, dialah perempuan dengan aroma laut yang berpadu keindahan teratai. Dialah perempuan dengan masa depan gemilang, dari kegigihan dan keuletan. Dialah yang sejak lahir dididik sebagai pemburu walet ulung yang kelak berhak menyandang keahlian serta nama besar Zhu Miau Jung—pemburu walet paling terkenal lantaran ketajaman instingnya. Konon Zhu Miau Jung telah melahirkan legenda, bahwa hanya dialah yang bisa mengerti bahasa burung! Nyaris seluruh pedagang besar di Nusantara Timur percaya. Maka ketika berita keajaiban tentang Selat Sunda tiba, ia tertantang untuk mendorong putri satu-satunya pergi. “Bukan lantaran usiaku telah mulai tua. Bukan itu. Petualangan untuk sebuah penaklukkan tak pernah mengenal umur. Tapi kau harus harus segera menetapkan pilihan hidupmu. Pergilah, Zhu, kau sudah pantas dan matang untuk memulai. Buru dan tangkap walet-walet itu, dan letakkan dalam jumlah ribuan di dadamu, untuk melanjutkan nama besar ayahmu, untuk nama baik leluhurmu!” Ada deraian hujan pada matanya sempit, membuat setiap orang yang
dijumpainya tunduk dengan senang hati. Keramahan pada rambutnya panjang berkibar, kesopanan pada putih kulit seterang bulan, dan lesung pipitnya yang berkali membikin lelaki mabuk lantaran rindu. Zhu Ni Xia, menjadi terkenal
seantero mata angin. Dari Liwa hingga Kotabumi, bahkan orang-orang Menggala seringkali singgah untuk menukar pisang dan getah damar, dengan beras dan gula. Dari walet
menjadi bandar, meluaskan niaga dengan membangun puluhan gudang: tempat menukar damar menjadi gula, atau ratusan karung kopi ditukar dengan kain dan gemerincing mata uang. Kapal-kapal barang yang singgah selalu menjabat tangan Zhu dengan hormat, dan menyampaikan salam kebesaran atas nama marga Zhu. “Selamat dan sejahtera, pada bisnis Nona Zhu yang semakin maju.”
3.
Komplikasi
Akulah lelaki yang menantang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malam. Nyala api membumbung, membakar lumbung, membakar atap dan dinding—puluhan rumah. Demi Tuhan, kesedihan turun lewat langkah-langkah bergegas, dan teriakan kematian menggema pada ladang lading kopi. Sayup di Balai Kampung sekumpulan lelaki memainkan gamelan bambu cetik, dengan nada putus-asa, seolah dengan pukulan-pukulan itu mereka menyatakan bahwa mereka adalah sekelompok petani pribumi yang punya hak sama, dan tak sudi untuk pergi. Sejak sore hari, menjelang maghrib, tanda-tanda itu sudah dimulai. Made Sukari berlari menuruni bukit, sambil terus menunjuk ke arah lembah, “Celaka.Mereka betul-betul tengah bergerak! Mereka hendak menyerbu!” Dua ekor gajah telah mati, seminggu sebelum kegawatan semakin memuncak, dan Made Sukari berlari memberi tanda menuruni bukit. Wajah-wajah pucat dan gemetar menjalar, melewati ladang, kebun, dan rumah-rumah yang langsung siaga. “Siapa lagi yang telah membunuh gajah-gajah itu? Demi Tuhan, ini pertanda celaka!” Dua gajah telah mati. Sebelumnya, empat ekor gajah ditemukan tanpa nyawa dengan leher terbelah dan gading lenyap meninggalkan dua bolongan kasar di kepala. Tak ada petani di Kualakambas yang tega membunuh makhluk raksasa bermata lembut. Puluhan, bahkan ratusan kali mereka menghalau gajah-gajah yang tersesat di ladang, hanya dengan teriakan serta sapaan, “Pergilah manis, hus,hus, pergilah dari ladang kami.” Antara gajah dan petani telah memiliki tautanhati yang sama. Tak perlu ada parang menempel, apalagi sampai membelah leher. Mereka akan pergi dengan langkah lamban, dan anak-anak seringkali menyanyikan nyanyian gembira sebagai pengiring, “Pergilah wahai barisan gendut, menuju hutan, bersama angin, menyongsong hujan....” Tapi gajah-gajah itu telah terlanjur mati, dibunuh dengan keji. Dan gajah yang mati akan menuntut balas dari negara. Sudah terlalu lama kampung ini berurusan dengan negara. Bahkan 18 tahun silam, ayahku terbunuh bersama 200 petani kopi yang dianggap membangkang, memberontak, hanya lantaran ia kukuh berkata: “Sudah berpuluh tahun kami berdiam di sini,   sebelum kawasan hutan negara ditetapkan. Kami tidak tinggal di hutan, tidak merusak hutan, dan tidak punya niat menjarah hutan. Kami adalah petani! Kami adalah pribumi, meski leluhur kami berasal dari berbagai pulau dan berbagai   suku! Kami adalah....” Akulah lelaki yang menantang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malam. Akulah yang seringkali berkata kepada mereka, bahwa kematian gajah-gajah hanyalah alasan agar kami semua dianggap bersalah, dan berhak untuk dipaksa pergi. “Pergilah kalian, bakar kebun kopi dan ladang, untuk dikembalikan menjadi hutan!” begitulah yang seringkali kudengar dari mulut ibuku saat menceriterakan bagaimana ayahku mati. Maka tak perlu lagi bertanya tentang siapa pembunuh gajah, kenapa gajah harus dibunuh. Demi Tuhan, ketika Made Sukari berlari menuruni bukit, dan para lelaki berkumpul di Balai Kampung lalu memainkan gamelan bambu cetik dengan putus asa, aku sudah berkata: “Larilah ke hutan. Carilah jalan.”  Tapi mereka bergeming. Lalu suara tembakan, lalu asap pertama mengepul, lalu suara-suara jeritan, teriakan dan entah—barangkali kematian. Gelap aku menerabas pepohonan, menyeret tangan Nyiwar–ibuku. Berkelebat di pekat hutan, terus berlari, menerabas berhari-hari. Entah berapa waktu telah hilang digerus perih dan lapar, dan kesakitan. Hingga tiba di kampung yang entah, sebuah jalan raya, dan truk pengangkut karet membawaku ke depan pintu gerbang ini.
4.
Evaluasi
“Tolong bukakan gerbang. Katakan pada Nona Zhu, saya Sulaiman. Saya tidak sedang membawa barang. Saya harus ketemu Nona Zhu.” Sulaiman, dan berpuluh lelaki yang ia kenal baik, biasanya datang membawa karung-karung biji kopi kering dengan kualitas terbaik. Tapi kali ini, Zhu melihat sesosok lelaki berantakan, penuh goresan luka, serta menggenggam erat tangan perempuan tua. Lelaki itu menggembol bungkusan kain—yang jelas pastilah bukan biji kopi—dan memandang kepadanya dengan tatapan gawat. Zhu melangkah mundur dengan refleks, “Cepat masuk!”  “Mohon maaf, Nona Zhu, ini ibu saya,” Sulaiman memperkenalkan Nyiwar. “Saya tidak membawa...”“Sutinaaaah,” Zhu memanggil pelayan, lalu menatap Sulaiman, “Kalian belum makan berhari-hari? Demi Tuhan, aku sudah mendengar berita-berita soal kerusuhan di Kualakambas. Hampir semua sopir menceritakan isu-isu simpang siur. Astaga.”“Saya, Nona,” seorang pelayan perempuan muncul. “Segera siapkan makanan!” Zhu menghirup nafas dalam-dalam. “Setiap petugas yang datang memeriksa gudangku, selalu aku katakan, bahwa aku tak pernah menerima biji kopi dari perkampungan yang masuk kawasan hutan negara. Tapi kau tahu, Sulaiman, bertahun-tahun aku tetap menerima kopi dari kalian. Selalu dalam pikiranku, bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini. Nah, sampai dua hari lalu, aku mendapat penekanan yang lebih keras, bahkan ancaman, jika ada karung-karung biji kopi yang dicurigai berasal dari kawasan hutan negara, gudangku akan dibakar. Nah, bisa apa aku, Sulaiman? Sekarang engkau makanlah bersama ibumu. Sutinah sudah menyiapkannya. Setelah itu, pergilah.... Demi Tuhan, Sulaiman, aku tak bisa berbuat apa-apa. Bisa apa aku, dalam kondisi seperti ini? Aku tidak bisa menawarkan kalian untuk tinggal.” “Saya memang tidak tahu di mana saya harus tinggal, Nona. Saya datang ke sini lantaran bertahun-tahun Nona melindungi kami, dengan cara tetap membeli kopi dari kebun kami meskipun teramat besar resiko buat Nona. Tentu saya tidak akan lagi merepotkan....” Ada nada perih, dan Zhu tak sanggup menatap wajah lelaki itu. Selalu ia berkata: “Belum saatnya engkau mengerti, Zhu. Tetap tinggallah di kamar. Jangan keluar rumah. Jangan bercerita pada siapa pun, bahwa ada banyak orang di rumah ini. Engkau mengerti?”
Dan ia hanya mengangguk. Dan bertahun-tahun kemudian, barulah ia mengerti. Lalu kini, di hadapannya, seorang lelaki muda dan seorang perempuan tua, menjadi pelarian dan datang di depan gerbang pintu rumahnya. Ia melihat kedua orang itu dari jauh, dari seberang meja makan, dan air mata Zhu menitik dalam diam. Demi Tuhan, bukan dua sosok di meja makan itulah yang ia lihat, tapi bayangan sebelas tahun silam serta keagungan ayahnya yang mampu berdiri tegak di antara para pelarian, meskipun penuh resiko.  “Terimakasih, Nona. Hanya delapan belas kain tapis itulah barang yang bisa kami bawa. Terserah Nona, mau dinilai berapa. Kami membutuhkan uang untuk pergi ke Jawa. Delapan belas kain tapis ini, disulam ibu saya dengan sepenuh jiwa. Bertahun-tahun,” begitulah Sulaiman berkata. Lalu Zhu melihat kepergian dua orang itu. Terpaksa hanya bisa melihat.Dengan hati perih.  Siapa nyana, bahwa delapan belas helai kain tapis buatan tangan Nyiwar, telah membuat batin Zhu tercabik parah dan gila, begitu teramat menderita. Ia tak pernah membayangkan, bahwa sehelai kain akan menyimpan getaran dahsyat yang langsung menusuk pada jiwanya yang paling dalam. Pola-pola dari silangan benang emas dan benang perak, liukan-liukan garis yang menyerupai api, cinta, dendam, serta gambar-gambar dekoratif dalam olahan lambang daun, tanah, laut dan langit, telah menuntunnya untuk berkaca pada dirinya, serta hatinya. Alangkah dalam sentuhan jiwa yang paling perih, alangkah gila cinta yang tertahan rindu dan kehilangan, alangkah ganas dendam yang terekam dalam keputusasaan, alangkah indah jiwa-jiwa yang halus! Sungguh Zhu merasa telanjang dan malu. Betapa ia malu.
Dengan segera ia menyebar orang-orang untuk mencari jejak Sulaiman. “Carilah mereka. Geledah setiap kamar penginapan. Periksa setiap ruas jalan. Susuri desa dan jalan pintas perkampungan. Mereka baru pergi dua belas jam! Kalian paham? Bawa mereka ke sini, bawalah mereka....”
Zhu memberi perintah pada semua yang ada, setengah memohon, setengah menangis. Ia lantas berlari ke tengah halaman, melihat langit, dan mencoba menemukan wajahnya sendiri di keluasan langit. Pada awan-awan yang berarak. Pada biru warna yang menyerupai cermin. Hingga larut malam tak ada kabar. Hingga Zhu tertidur memeluk delapan belas kain tapis. Hingga harapan pagi harinya berubah semakin tipis. Dan pada siang hari, seorang pencari mengetuk ruangan Zhu sambil berkata, “Mereka sudah ada di depan, Nona.” Alangkah aneh, saat Zhu langsung menghambur dan memeluk Nyiwar, “Tidak sepatutnya aku meminta kalian pergi. Aku meminta maaf. Tinggallah di sini.” “Terimakasih Nona. Tapi kenapa?” Sulaiman menyela. Ia merasa heran. “Aku malu dengan kebesaran Ayah, kemuliaan leluhur, yang menitipkan namanyapadaku. Kami pernah mengalami hal serupa denganmu, Sulaiman. Dan kini, aku siap dengan segala resiko. Sekali lagi, aku mohon, maafkan keputusanku yang
terburu-buru kemarin. Tinggallah di sini.” Betapa Zhu ingin terus memeluk Nyiwar, melihat kedalaman matanya, merasakan kerut tangannya, dan melihat ada apakah di balik tubuh ringkih yang sesungguhnya teramat perkasa ini? Dari mana datangnya kehalusan jiwa sehingga tangan keriput ini bisa mengalirkan keindahan, kobaran cinta, kerinduan sedih, serta dendam putus-asa, lewat tarian sulaman kain tapis yang begitu menggetarkan? Ia ingin bertanya. Ia ingin menyelam. Ia ingin merengkuhkan seluruh tubuhnya, dan dengan hormat memanggil, “Ibu”. Maka setiap malam, ia selalu datang mengajak Nyiwar menyelami langit di halaman, duduk berdua, melihat laut melewati bulan.“Bulatan cahaya bulan, bunga kopi, dan warna laut di atas kain tapis, seperti hamparan tanah, Nona. Benang emas akan mengalir dengan gerak batang jarum sebagai takdir. Seperti harapan ketika membesarkan Sulaiman. Seperti cinta yangtak habis pada ayah Sulaiman. Seperti mencintai rumah dan tanah. Cobalah Nona genggam sekepal tanah, rasakan denyutnya. Kain tapis, benang, warna-warna, semua akan berdenyut jika dirasakan dengan benar....” Nyiwar akan terus bicara, dan Zhu dengan sungguh-sungguh menyimak. Kadang tentang masa kecil Sulaiman. Tentang penembakan. Tentang air mata yang mengalir saat menanam benih kopi. Tentang gelak tawa. Tentang air hujan. Tentang pembakaran rumah. Tentang apa saja. “Jadi Ibu membesarkan Sulaiman sendiri?” “Dengan tanaman kopi, ya, dengan sedikit getah damar. Semua, semua, semua adalah keringat kami. Dan juga doa.” Nyiwar kadang terkekeh saat menceritakan Sulaiman. “Ia seperti ayahnya, dengan naluri besar melindungi dan membela para petani. Menyelundupkan biji-biji kopi agar tetap bisa dijual, dan berbagai upaya agar para   petani bisa bertahan, di tengah berbagai ancaman. Ia seperti ayahnya. Tak bisa melihat orang lain menderita. Kau tahu, Nona, ia melihat dengan kepala sendiri, saat ayahnyaditembak mati.”
5.
Resolusi
Adakah yang gentar menolak takdir? Saat cahaya langit terus berganti, maka cahaya hati juga bisa berganti. Setiap kali Zhu memandang di kejauhan kamar, tempat lelaki itu membuka jendela, ia selalu melihat bayangan ribuan kunangkunang yang melesat memenuhi hatinya. Ia tiba-tiba saja merasakan bagaimanaangin yang bertiup dari kamar Sulaiman, adalah tiupan harum seribu bunga. Iabenci jatuh cinta, tapi ia juga tak bisa menolak jatuh cinta. Berhari, berminggu,kekaguman pada lelaki itu semakin tumbuh. Wawasannya yang luas, carabicaranya yang sopan, dan terutama: tindakan-tindakan berbahaya yang terus ialakukan meskipun ia dalam persembunyian. Ia terus menggalang kontak denganpara petani, mencatat data, mencari bukti-bukti. Berkali Sulaiman tak pulangdan Zhu menjadi cemas. Maka berkali ketika akhirnya Sulaiman muncul, rona wajah Zhu menjadi purnama.  Zhu Ni Xia, perempuan matang yang kini telah memilih takdirnya. Pada malam ketika kapal barang singgah di bandar, ia menitipkan pesan untuk ayahnya. “Aku telah menemukan lelaki, Ayah! Dan aku jatuh cinta kepadanya. Datanglah segera, untuk menjadi wali bagi putrimu tercinta.” Ada purnama, ada cahaya, tapi ada lautan yang mengirimkan badai. “Sampaikan pada Sulaiman, aku bersedia menjadi istrinya,” begitu ia meminta kepada Nyiwar, dan begitulah Nyiwar mengatakan pada Sulaiman. Lalu bulan berganti.Ketika madu tumpah di lautan, ketika ia telah resmi memanggil Ibu kepadaNyiwar—perempuan lembut sekokoh karang—dan ia resmi memanggil Abangkepada suami; angin ibukota tiba-tiba mengirimkan badai lebih besar pada parasnya yang jelita.Dari Teluk Jakarta sebuah kapal perang berpenumpang ratusan prajurit merapat di bandar, mengendap di subuh hari. Mengepung kota, menyisir gunung. Berita pemberontakan petani kopi kembali pecah menjadi prahara.Segerombolan lelaki garang mendobrak gerbang pintu rumah pengantin jelita, membakar gudang dan memporak porandakan segala. Teriakkan kata penghianat dan penadah, mengawali letusan tembakan di pagi buta. Sulaiman digelandang paksa meninggalkan ceceran darah, dan tatapan   penuh cinta.
6.
Koda
Kegembiraan separuh umur, dan kesedihan pada ujung hidupnya, menciptakan runcing jari-jari Zhu pandai menari. Menari dan bernyanyi di atas hamparan kain sulaman. Menyerut seluruh jiwa yang sedih, yang gembira, yang mabuk dan putus asa. Lautan asmara, nyanyian cinta, kerinduan perih dan pujian kepada tanah tempat lelakinya terkubur. Ia menyeru di atas sehelai kain pelepai, menggambar pola-pola yang rumit, dan membayangkan seluruh dirinya masuk. Menjadi naga yang mengerakkan seluruh gelombang tanah, bukit, gunung-gunung, menjadi liukan benang-benang emas dan rajutan benang-benang perak yang berkelit dan berkelindan dalam gulungan warna aroma ombak, hijau daun, putih awan. Ada merah api cinta yang semerbak di sana, ada kuning sejarah yang membentang di atas helai kain pelepai setelah dicipta berhari-hari. Begitu indah, dan selalu: delapan belas hari kemudian ia akan berjalan dari Danau Menjukut ke arah bukit. Mencari angin yang bisa menyampaikan gema suaranya ke arah laut. Mencari tempat di mana ia bebas memandang pada titik pantai Tanjung Cina, yang diapit Selat Sunda serta Samudera Hindia. Di atas batu ia selalu akan meniru gerak laut, mengibarkan kain tapis dan berteriak gembira, “Sulaiman. Sulaiman. Itulah kain tapismu yang ke 340! Akulah Zhu, istrimu. Perempuan yang telah menciptakan tarian sulaman benang dari separuh jiwaku. Dan kini aku bicara padamu! Sulaiman. Sulaiman. Itulah Zhu, dan aku bicara padamu!”

(2) Peristiwa sebagai pembangun cerpen selalu terbentuk atas tokoh, latar, dan alur.
(a)    Identifikasilah tokoh yang terdapat dalam cerpen “Sulaiman Pergi ke Tanjung Cina” itu, lalu deskripsikanlah tokoh itu.
1.      Zhu Ni Xia
Zhu adalah wanita cantik  istri Sulaiman dari Kalimantan Timur. Pergi ke Bandar Lampung untuk melanjutkan bisnis dari keluarga besarnya yaitu berdagang walet. Bisnis Zhu sukses besar.  Zhu
2.      Sulaiman
Sulaiman adalah anak dari petani kopi yang  yatim. Ayahnya telah meninggal dibunuh oleh negara. Pekerjaannya adalah petani kopi. Yang pada akhirnya menikah dengan Zhu.
3.      Nyiwar
Ibu dari Sulaiman yang juga petani kopi. Beliau membesarkan Sulaiman sendiri setelah suaminya meninggal.
4.      Zhu Miau Jung
Zhu Miau Jung adalah ayah dari Zhu Ni Xia . Dia adalah pemburu walet paling terkenal lantaran ketajaman instingnya. Konon Zhu Miau Jung telah melahirkan legenda, bahwa hanya dialah yang bisa mengerti bahasa burung! Nyaris seluruh pedagang besar di Nusantara Timur.
5.      Ayah Sulaiman
Seorang petani kopi yang gagah, berani.
6.      Made Sukari
Petani Kopi yang memberi berita bahwa di hutan dekat kamping tempat Sulaiman tinggal.
7.      Sutinah
Pembantu Zhu Ni Xia
(b)    
No.
Tokoh
Karakteristik Tokoh
1.
Sulaiman
Pantang menyerah, rela berkorban, gigih, ulet, penyayang keluarga, pemberani.
2.
Zhu
Mandiri, pemberani, cerdas, rela berkorban, baik, suka menolong.
3.
Nyiwar
Ulet, gigih, pemberani, penyayang keluarga.
4.
Zhu Miau Jung
Cerdas, tipe ayah yang ,engajari anaknya untuk mandiri.
5.
Ayah Sulaiman
Pemberani, rela berkorban, pejuang keras, ulet, gigih, pekerja keras.

(c)    Gambarkanlah latar yang membangun cerpen itu.
Latar yang terdapat dalam cerpen tersebut antara lain :
Latar Tempat : Bukit Barisan Selatan, pantai Tanjung Cina, Selat Sunda Samudera Hindia, Bandar Lampung, Bandar Lampung, Kualakambas, Ladang Kopi, Hutan negara, Gudang Zhu, Rumah Zhu (ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, halaman rumah).
Latar  Waktu : Sore, malam, senja, pagi, subuh
Latar Suasana : Sedih, haru, dendam, takut, panik, malu, kasmaran, bahagia, dukacita.

(d)   Kalian sudah memahami alur yang membangun cerita pendek di atas. Apakah kalian menemukan keempat kaidah alur itu di dalam cerpen yang ada? Uraikanlah jawaban kalian.
Plausibilitas      : Kelogisan. Merupakan sisi suatu alur cerita yang masuk akal dalam penyelesaian masalahnya, dengan kata lain suatu cerita mesti memiliki kelogisan untuk memenuhi kaidah ini.

Suspense          : Keinginan mengetahui. Suspense memacu rasa ingin tahu pembaca terhadap peristiwa yang terjadi pada tokoh atau peristiwa lainnya. Hal ini sangat penting agar membuat pembaca tidak jenuh untuk membaca cerita hingga akhir, intinya dengan suspense cerita akan makin hidup dan mendorong pembaca melanjutkan membaca cerita untuk mengetahui jawaban dari permasalahan.
Surprise            : Kejutan. Di dalam cerita ada-ada saja hal yang tak disangka-sangka terjadi, hal inilah yang dinamakan dengan suspense. Penyelesaian masalah yang tak disangka-sangka sebelumnya oleh pembaca akan membuat pembaca semakin tertarik meneruskan membaca cerpen. Selain itu akan membangun sebuah kesan tersendiri pada pembaca.
Unity              : Kesatuan. Tentunya sebuah cerita memiliki kesatuan dan hubungan yang sangat erat antar peristiwa satu dengan peristiwa lainnya.

Tugas 2
Menelaah Proses Kreatif Menulis Cerpen “Perihal Orang Miskin yang Bahagia”
(1)      Ceritakan bagaimana kira-kira Agus Noor sebagai pengarang melakukan pencarian ide terhadap karyanya itu.
Kepekaan Agus Noor terhadap maslah sosial salah satunya kemiskinan membangkitkan niatnya untuk menulis. Namun yang menjadi sangat menarik cerpen yang dibuatnya tidak hanya melukiskan kisah orang miskin saja namun juga unsur kelucuan dan banyak teka-teki. Sehingga pembaca semakin ingin mendalami  maksud sebenarnya dari setiap kalimat yang ia tuangkan dalam cerpen tersebut.
(2)      Menurut kalian, bagaimana Agus Noor melakukan tahapan pengolahan idenya?
Menurut saya pastilah pertama yang dilakukan adalah pengamatan. Setelah pengamatan akan memunculkan ide. Ide tersebut adalah pokok cerita yang akan diulas alurnya dan dikaitkan dengan kehidupan yang lain sebagai penunjangnya dalam cerpen. Setelah berhasil membuat alur dan keterkaitan terhadap aspek lain, maka akan dikembangkan menjadi kerangka. Dalam kerangka harus dirimuskan pokok-pokok permasalahan yang akan diangkat, beserta pemecahannya. Setelah kerangka, tahap selanjutnya pasti pengembangan isi dengan lebih kompleks. Pada bagian ini diksi, majas, kelogisan alur, kejutan pada cerita, teka-teki, dan unsur lain harus sangat diperhatikan agar menciptakan cerpen yang mempunyai kualitas tinggi. Setelah itu cerpen tersebut disunting atas kalimatnya dan ejaan yang benar. Akhirnya cerpen yang berjudul  "Perihal Orang Miskin yang Bahagia“ dapat dipublikasikan.
(3)      Setelah kalian membaca cerpen “Perihal Orang Miskin yang Bahagia” itu, dapatkah kalian temukan kelogisan berpikir dalam memecahkan masalah yang dituangkan Agus Noor dalam cerpennya?
1.         Seorang yang miskin dan tidak mau berusaha dengan keras hanya mengandalkan nasibnya, akan terus menjadi orang miskin selamanya.
2.         Orang miskin juga boleh bahagia, bukan orang kaya saja.


Tugas 3
Mengurai Peristiwa pada Cerpen “Paing”
Setelah kalian membaca cerpen itu, kerjakanlah tugas-tugas berikut ini!
1.      Bacalah dialog berikut ini.
2.      Lengkapi dialog, bagan, dan/atau ringkasan. Kegiatan membangun teks ini membantu siswa untuk membangun teks secara bersama-sama.
Waktu berjalan. Paing dan sang istri berputar mencari kontrakan. Akhirnya mereka bisa menemukan kontrakan yang diinginkan.
Paing         : “Kita akan tinggal disini. Besok saya mau coba ke pasar, mencari tengkulak yang mau menitipkan dagangannya dengan saya. Semoga ini akan berkah. Kamu dirumah saja, jaga kesehatanmu dan calon bayi kita”
Istri            : “Iya Kang saya mengerti. Selalu saya do’akan semoga yang terbaik menyertai keluarga kita”.
Pagi buta Paing telah terbit dari rumah mendahului sinar mentari. Bergegas Paing pergi ke pasar mencari tengkulak. Tak sedikit para tengkulak yang menyepelekan dirinya, namun tak sedikitpun menggugurkan semangatnya.
Paing         : “Ayolah pak, saya janji akan bekerja dengan keras untuk menjual semua buah dan sayur yang bapak titipkan pada saya”
Tengkulak : “Baiklah saya mau menitipkan buah dan sayur pada mu. Mulai besok datanglah ke kebun saya untuk mengambil buah dan sayurnya. Ini alamat kebun dan no telepon saya”
Paing         : “ Terimakasih banyak pak “.
Waktu dengan cepat berganti, Paing tak henti-hentinya berteriak menyodorkan dagangannya pada ibu-ibu yang lewat didepannya. Sudah dapat bersyukur dengan menyisihkan uang seribu dua ribu. Istrinya gemar menabung, sehingga saat anak laki-lakinya minta sunat, tak kelewahan mencari pinjaman uang. Tak lama merasa bahagia, tiba-tiba kabar buruk menendang telinganya.
Istri            : “Sabar Kang. Pasti belum rezeki. Akang masih bisa mencari tempat lain kan”
Paing         : “Sudah sangat semangat aku bekerja. Tak tahunya malah ada penertiban. Mereka bisa menyewa kios, nah kita ?. Uangnya darimana ?”
Istri            : “Sabar Kang. Jangan menyerah. Kembalilah kepasar dan mencari tempat strategis untuk berjualan”.
Keesokan harinya Paing survey tempat untuk berjualan. Saat melewati tempat parkir pasar yang penuh dengan sopir-sopir siap mengangkut penumpang. Terselip dalam batinnya “Pasti sopir-sopir ini belum sarapan”. Bergegas dia pulang untuk menemui sang istri tercinta.
Paing         : “Aku sudah menemukan tempat yang strategis untuk berjualan makanan”
Istri            : “Syukurlah Kang. Saya akan memasak yang enak setiap paginya untuk dijual. Semoga ini  bisa menjadi tumpuan hidup kita Kang”
Hari berganti.
Paing         :”Semoga pagi ini banyak sopir yang mampir ke warung perutku ini”
Sopir          :”Warung baru Kang. Saya pesan nasi pecel satu”. “Saya juga Kang”, sahutan para sopir lain.
                  Paing sangat bersyukur, dagangannya laku pesat. Setiap harinya bergerombol sopir mengantri untuk memesan sarapan. Namun saat ini usaha dagangnya dilimpahkan sementara pada temannya, karena istrinya sedang melahirkan.
Paing         : “ Pagi ini aku akan pergi ke warung. Besok aku akan mulai mengambil alih lagi warungnya. Kamu sudah cukup sehat kan ?”
Istri            : “Iya, Kang. Aku baik-baik saja”
                  Tak lama kemudian sampaialah Paing ketempat surga penghasilannya. Tak sampai tersenyum dia langsung terkejut. Teman yang sangat dia percaya, diam-diam menusuknya dari belakang. Mengambil alih warungnya dan membuatnya lebih permanen. Tak sampai bangkit pulih, keluarga Paing telah jatuh tertimpa tangga. Pucat lesu wajah yang dia sodorkan pada sang istri.
Istri            : “Bagaimana kalau aku ikut bekerja. Aku akan mendatangi para rumah untuk mengambil laundry lagi. Aku sudah cukup sehat Kang. Mungkin juga dari mereka ada yang bisa mencarikan pekerjaan untuk Akang”
Paing         : “Terimakasih telah mengerti keadaan Akang”.
Kesokan Harinya.
Istri            : “Oh ya, aku ingat. Dulu kan tante pelatih senam itu, suka melaundrikan bajunya ke aku. Mungkin dia bisa bantu mencarikan pekerjaan untuk Kang Paing”
Bergegas kerumah tante.
Istri            : “Tantenya ada ?” (bertanya pada pembantu)
Pembantu  : “Ada, tapi masih istirahat” (sedikit iba melihat istri Paing detang dengan membawa anaknya)
Pembantu  : “Tunggu sebentar saya panggilkan”
Pembantu  : “Silahkan masuk. Tante menunggu di dalam”
Istri            : “Permisi tante”
Tante         : “Ada yang bisa saya bantu”
Istri Paing menceritakan kejadian yang keluarganya sedang alami
Tante         : “Siapa ya, sebentar,sebentar. Oh ada, ada temen saya yang mencari tukang kebun. Paing mau ?”
Istri            : “Iya, mau tante”
                  Langsung tante itu, memastikan pada rekannya tentang lowongan pekerjaan. Mendengar gaji yang begitu menggiurkan membuat istri Paing lengsung menyetujui pekerjaan untuk suaminya itu.
Tante         : “Paing, teruslah dibelakang saya. Nanti saya yang memperkenalkan kamu sama teman saya yang peragawati”
Paing         : “Baik tante”
                  Paing melongo kagum melihat rumah peragawati yang begitu besarnya. Penuh dengan barang-barang mewah yang berlipat ganda dari gajinya perhari.
Peragawati : “Kamu harus bisa mengurus kebun ini dengan baik. Jangan seperti tukang kebun sebelumnya.



Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

9 komentar: